Minggu, 12 April 2015

Allegiant

Veronica Roth
496 halaman
Mizan Fantasi, Mei 2014
Rp. 65.000,-
sumber review
 
Bagaimana bila seluruh hidupmu adalah dusta? Dan satu kebenaran—seperti satu pilihan—mengubah semua yang kau percaya?

Tak ada lagi faksi, tak ada lagi panduan, hanya ingatan akan pengkhianatan. Tirani lain mengancam, para factionless yang selama ini terbuang mengambil alih kekuasaan.

Tris ingin ke luar batas kota dengan Tobias, bebas dari dusta dan prasangka. Tetapi realitas baru mengubah hati orang-orang yang dicintai Tris. Sekali lagi Tris harus berjuang untuk memenangkan hati mereka. Perjuangan yang menuntut semua keberanian, kesetiaan, pengorbanan, dan cintanya.

Allegiant, pamungkas Trilogi Divergent yang dinanti-nanti oleh jutaan pembaca di dunia setelah Divergent dan Insurgent.

Allegiant! Seri terakhir dari Divergent Trilogy akhirnya terbit dalam Bahasa Indonesia.  Aku deg-degan banget waktu pergi ke toko buku dan beli novel ini. Soalnya tahun lalu, sekitaran bulan Oktober saat novel ini pertama kali terbit, banyak yang katanya kecewa, marah dan nggak suka. John Green juga ikut angkat suara. Waktu itu aku belum tau apakah dia ikut setuju atau ngomong apa. Pokoknya aku ngehindari spoiler abis-abisan. Eh, taunya ada sebuah komentar di laman Instagram Ansel Elgort yang aku curigain sebagai spoiler. Tapi aku cepet-cepet lupain, cepet-cepet baca dan beresin novel ini juga. Now, lt’s review it :)
Setelah berhasil menyebarkan video Edith Prior, Tris dan teman-temannya ditahan. Tobias sendiri bebas karena dia dijadikan tangan kanannya ibunya, Evelyn, pemimpin factionless yang mengambil alih kekuasaan Jeanine. Setelah ditanyai dibawah pengaruh serum kejujuran, Tris dan teman-temannya dibebaskan. Tapi mereka tidak suka dengan kehidupan tanpa fraksi yang membingungkan dan masih rawan kekacauan. Lalu Tris diajak orang misterius untuk mengikuti sebuah perkumpulan yang dinamai Allegiant. Misi mereka adalah mengembalikan fungsi fraksi-fraksi dulu dan mengikuti perintah dalam video Edith Prior untuk mengirimkan Divergent ke luar pagar perbatasan. Tris, Tobias, Cara, Christina, Uriah, Peter dan Caleb ditunjuk untuk pergi. Dengan pengorbanan sebuah nyawa, mereka berhasil keluar. Kenyataan yang mereka hadapi di luar kota sangat mengejutkan. Kota mereka, Chicago, ternyata adalah kota percobaan untuk menghasilkan orang-orang dengan gen sempurna, yang mereka kenal sebagai Divergent dan mempunyai kode MG (Murni Gen). Orang-orang yang tidak mempunyai gen sempurna diberi kode RG (Rusak Gen). Tobias sangat kecewa saat menemukan dia tidak memiliki susunan gen seperti milik Tris. Itu artinya selama ini dia bukan seorang Divergent dan dikategorikan sebagai manusia ‘rusak’. Nita, seorang peneliti yang juga dikategorikan sebagai RG, mengajaknya dalam sebuah misi rahasia agar MG dan RG punya kesetaraan.
"Setiap orang menyimpan kejahatan di dalam dirinya, dan langkah pertama untuk mencintai seseorang adalah dengan menyadari bahwa kita sendiri pun memilikinya sehingga kita mampu memaafkan orang lain." – halaman 263
Rasanya campur aduk saat aku baca Allegiant ini, apalagi pas bagian ending-nya. Banyak hal yang bikin aku agak pusing. Pertama, penceritaannya memakai dua point of view, Tris dan Tobias. Kadang aku salah mengerti, selalu mikir Tris yang ngomong, eh ternyata itu Tobias. Ternyata penggunaan dua PoV itu ngebantu aku kenal lebih dekat dengan Tobias, yang selama ini aku lihat sangat kuat. Nyatanya dia juga punya sisi rapuh dan takut yang cukup besar. Yang aku juga sukai dari PoV Tobias adalah besar rasa cintanya buat Tris, hehehe. Kedua, nama-nama karakter lain selain Tris dan Tobias. Aku baca Insurgent setahun yang lalu, udah lupa deh sama siapa dan peran mereka. Yang aku inget sih cuma tokoh-tokoh yang ada di Divergent dan juga muncul di film adaptasinya. Aku baca terus deh daripada harus buka-buka dua novel yang sebelumnya. Ketiga, masalah MG dan RG. Terkuak sudah semua kebohongan, tipu daya, kepalsuan dan propaganda. Ceritanya jadi sangat berbeda dengan dua buku sebelumnya.Aku ngerasa sama syoknya sama Tris, Tobias dan lainnya. Tapi aku kagum dengan ide gen itu. Gila. Kamu-kamu baca sendiri, deh, biar lebih ngerti dan ngerasain efeknya.
And here comes the ending.                                                                                                                                                       
Aku sedih, marah dan ngerasa hampa. Aku tidur dulu sekitar satu jam buat ngehapus semua rasa itu. Lebay banget ya. It really helps, walaupun aku masih ngerasa ada yang nggak enak di dalam dada. Tapi bukan berarti aku bakal ngelakuin hal-hal yang disuarakan pembaca di luar negeri, seperti berhenti baca karya Roth dan menonjoknya kalo ketemu di jalan. Itu baru namanya lebay.
Kalian-kalian yang belum baca pasti nanya, ‘emang endingnya gimana sih?
Di penghujung cerita, seorang tokoh kesukaan semua orang melakukan sebuah pengorbanan yang besar demi cinta. Tindakannya itu bikin banyak orang selamat, banyak orang juga yang jadi merana. Pembaca di luar itu marah karena mereka jadi ikut-ikutan merana. Mereka juga nyesel baca novel yang bikin mereka malah sedih, bukannya bahagia. Mereka pada nyalahin penulisnya deh.
Aduh, duh, It’s fiction, people.

Aku juga sedih. Tapi aku senang dengan keputusan penulisnya bikin ending yang beda. Aku malah selalu menghargai penulis yang ngasih ending yang nggak biasa, alias jauh dari happy ending yang ideal. Tindakan itu bikin bikin kita lebih realistis dan nggak kejebak di kehidupan fiksi yang kadang terlalu ‘wah’ buat dunia nyata.

At last, Allegiant ini menuntaskan rasa penasaranku dan menjawab pertanyaan yang terkumpul dari seri Divergent dan Insurgent. Aku hanya berharap film adaptasinya nanti, yang rencananya akan dibagi menjadi dua bagian, tetep ngikutin ending cerita ini ;)

rating : 3/5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar