Veronica Roth
496 halaman
Mizan Fantasi, Mei 2014
Bagaimana bila seluruh hidupmu adalah dusta? Dan satu kebenaran—seperti
satu pilihan—mengubah semua yang kau percaya?
Tak ada lagi faksi, tak ada lagi panduan, hanya ingatan akan pengkhianatan.
Tirani lain mengancam, para factionless yang selama ini terbuang mengambil alih
kekuasaan.
Tris ingin ke luar batas kota dengan Tobias, bebas dari dusta dan prasangka.
Tetapi realitas baru mengubah hati orang-orang yang dicintai Tris. Sekali lagi
Tris harus berjuang untuk memenangkan hati mereka. Perjuangan yang menuntut
semua keberanian, kesetiaan, pengorbanan, dan cintanya.
Allegiant, pamungkas Trilogi Divergent yang dinanti-nanti oleh jutaan pembaca
di dunia setelah Divergent dan Insurgent.
Allegiant!
Seri terakhir dari Divergent Trilogy akhirnya terbit dalam Bahasa Indonesia. Aku deg-degan banget waktu pergi ke toko buku
dan beli novel ini. Soalnya tahun lalu, sekitaran bulan Oktober saat novel ini
pertama kali terbit, banyak yang katanya kecewa, marah dan nggak suka. John Green
juga ikut angkat suara. Waktu itu aku belum tau apakah dia ikut setuju atau
ngomong apa. Pokoknya aku ngehindari spoiler
abis-abisan. Eh, taunya ada sebuah komentar di laman Instagram Ansel Elgort
yang aku curigain sebagai spoiler. Tapi
aku cepet-cepet lupain, cepet-cepet baca dan beresin novel ini juga. Now, lt’s review it :)
Setelah berhasil menyebarkan video Edith
Prior, Tris dan teman-temannya ditahan. Tobias sendiri bebas karena dia
dijadikan tangan kanannya ibunya, Evelyn, pemimpin factionless yang mengambil alih kekuasaan Jeanine. Setelah ditanyai
dibawah pengaruh serum kejujuran, Tris dan teman-temannya dibebaskan. Tapi
mereka tidak suka dengan kehidupan tanpa fraksi yang membingungkan dan masih
rawan kekacauan. Lalu Tris diajak orang misterius untuk mengikuti sebuah
perkumpulan yang dinamai Allegiant. Misi mereka adalah mengembalikan fungsi
fraksi-fraksi dulu dan mengikuti perintah dalam video Edith Prior untuk
mengirimkan Divergent ke luar pagar perbatasan. Tris, Tobias, Cara, Christina,
Uriah, Peter dan Caleb ditunjuk untuk pergi. Dengan pengorbanan sebuah nyawa,
mereka berhasil keluar. Kenyataan yang mereka hadapi di luar kota sangat
mengejutkan. Kota mereka, Chicago, ternyata adalah kota percobaan untuk
menghasilkan orang-orang dengan gen sempurna, yang mereka kenal sebagai Divergent
dan mempunyai kode MG (Murni Gen). Orang-orang yang tidak mempunyai gen
sempurna diberi kode RG (Rusak Gen). Tobias sangat kecewa saat menemukan dia
tidak memiliki susunan gen seperti milik Tris. Itu artinya selama ini dia bukan
seorang Divergent dan dikategorikan sebagai manusia ‘rusak’. Nita, seorang
peneliti yang juga dikategorikan sebagai RG, mengajaknya dalam sebuah misi
rahasia agar MG dan RG punya kesetaraan.
"Setiap
orang menyimpan kejahatan di dalam dirinya, dan langkah pertama untuk mencintai
seseorang adalah dengan menyadari bahwa kita sendiri pun memilikinya sehingga
kita mampu memaafkan orang lain." – halaman 263
Rasanya campur aduk saat aku baca
Allegiant ini, apalagi pas bagian ending-nya. Banyak hal yang bikin aku
agak pusing. Pertama, penceritaannya memakai dua point of view, Tris dan Tobias. Kadang aku salah mengerti, selalu
mikir Tris yang ngomong, eh ternyata itu Tobias. Ternyata penggunaan dua PoV
itu ngebantu aku kenal lebih dekat dengan Tobias, yang selama ini aku lihat sangat
kuat. Nyatanya dia juga punya sisi rapuh dan takut yang cukup besar. Yang aku juga
sukai dari PoV Tobias adalah besar rasa cintanya buat Tris, hehehe. Kedua,
nama-nama karakter lain selain Tris dan Tobias. Aku baca Insurgent setahun yang
lalu, udah lupa deh sama siapa dan peran mereka. Yang aku inget sih cuma
tokoh-tokoh yang ada di Divergent dan juga muncul di film adaptasinya. Aku baca
terus deh daripada harus buka-buka dua novel yang sebelumnya. Ketiga, masalah
MG dan RG. Terkuak sudah semua kebohongan, tipu daya, kepalsuan dan propaganda.
Ceritanya jadi sangat berbeda dengan dua buku sebelumnya.Aku ngerasa sama
syoknya sama Tris, Tobias dan lainnya. Tapi aku kagum dengan ide gen itu. Gila.
Kamu-kamu baca sendiri, deh, biar lebih ngerti dan ngerasain efeknya.
And here comes the ending.
Aku sedih, marah dan ngerasa
hampa. Aku tidur dulu sekitar satu jam buat ngehapus semua rasa itu. Lebay
banget ya. It really helps, walaupun
aku masih ngerasa ada yang nggak enak di dalam dada. Tapi bukan berarti aku
bakal ngelakuin hal-hal yang disuarakan pembaca di luar negeri, seperti berhenti
baca karya Roth dan menonjoknya kalo ketemu di jalan. Itu baru namanya lebay.
Kalian-kalian yang belum baca
pasti nanya, ‘emang endingnya gimana sih?’
Di penghujung cerita, seorang tokoh kesukaan
semua orang melakukan sebuah pengorbanan yang besar demi cinta. Tindakannya itu
bikin banyak orang selamat, banyak orang juga yang jadi merana. Pembaca di luar
itu marah karena mereka jadi ikut-ikutan merana. Mereka juga nyesel baca novel
yang bikin mereka malah sedih, bukannya bahagia. Mereka pada nyalahin
penulisnya deh.
Aduh, duh, It’s fiction, people.
Aku juga sedih. Tapi aku senang dengan
keputusan penulisnya bikin ending
yang beda. Aku malah selalu menghargai penulis yang ngasih ending yang nggak biasa, alias jauh dari happy ending yang ideal. Tindakan itu bikin bikin kita lebih realistis
dan nggak kejebak di kehidupan fiksi yang kadang terlalu ‘wah’ buat dunia
nyata.
At
last,
Allegiant ini
menuntaskan rasa penasaranku dan menjawab pertanyaan yang terkumpul dari seri
Divergent dan Insurgent. Aku hanya berharap film adaptasinya nanti, yang rencananya
akan dibagi menjadi dua bagian, tetep ngikutin
ending cerita ini ;)
rating : 3/5